Deskripsi Ritual “Ruwah Deso”
Ritual : Ruwah Desa
Pelaku : Warga Desa Banjarpoh
Waktu : Bulan Ruwah
Subyek : Warga Desa
Tempat : Desa Banjarpoh RT 30 Rw 06 Sidoarjo
Di sebuah desa yang terletak di kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Sidoarjo dan Kelurahan Banjarbendo. Ada sebuah desa yang bernama “Banjarpoh”. Pada saat akhir bulan ruwah warga-warga di desa tersebut melakukan ritual yang biasa disebut Ruwah Desa.
Tradisi ini berawal dari sebuah cerita ketika pada suatu masa, ada sepasang suami istri perantau datang pada desa yang pada awalnya sebuah hutan . Suami itu bernama pak Khorudin dan bu Jamilah. Menurut warga setempat mereka berdualah yang di akui sebagai “pembabat” atau pembuka lahan di desa banjarpoh yang di kenal sebagai mbah banjar.
Setelah beberapa tahun banyak warga dari tempat lain menempati desa banjarpoh tersebut. Dan berkembanglah desa ini secara pesat, atau satu persatu perantau dari tempat lain dan bermukim di desa ini. Setelah itu pada suatu masa, penduduk desa Banjarpoh di kagetkan dengan kemunculan cahaya merah dilangit dan jatuh tepat di desa banjarpoh ini.
Pada awalnya peristiwa ini hanya jadi bahan pembicaraan sebentar saja, namun setelah kejadian ini sudah tidak terdengar di telinga warga desa, ternak-ternak di desa banjarpoh ini tiba-tiba jatuh sakit semua. Kemudian disusul dengan warga desa yang terserang penyakit aneh dan berbeda-beda.
Dari kejadian ini, warga desa mulai menghubung-hubungkan penyakit ini dengan jatuhnya cahaya merah misterius yang ada dilangit kala itu. Hal ini kembali menjadi perbincangan hangat di masyarakat dan para tokoh-tokoh desa.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan warga desa tetangga, yaitu mereka juga melihat sebuah cahaya merah yang terbang di langit. Kemudian cahaya itu jatuh tepat di desa Banjarpoh ini. Kemudian tak lama sesudah jatuhnya cahaya mistrius ini, warga desa tetangga ini, mendengar kabar tentang adanya wabah penyakit aneh di desa Banjarpoh ini.
Penyakit yang di derita warga desa Banjarppoh ini. Tergolong eneh menurut narasumber, para warga juga tidak mengetahui penyakit jenis apa yang dialami pada saat itu. Dengan berlalunya waktu, penyakit ini semakin mengganas, akibatnya warga desa ada yang meninggal dunia karena menderita penyakit ini dan korban nya semakin banyak dan tidak terkendali.
Karena penyakit aneh ini sudah memakan korban banyak di desa Banjarpoh, maka salah satu tokoh desa memutuskan untuk memusyawarahkan hal ini pada suatu forum. Lalu musyawarah pun terjadi di balai desa. Dalam forum ini mereka berpendapat penyakit yang menyerang ternak dan warga ini berhubungan dengan jatuh nya cahaya merah di langit kala itu, sehingga mengakibatkan terserangnya penyakit pada ternak dan warga desa. Kemudian pendapat ini di setujui oleh seluruh anggota forum dan mereka memutuskan bahwa akan mencoba untuk mencari solusi bersama dari masalaha ini.
Setelah satu minggu berlangsung, musyawarah kembali diadakan. Kemudian beberapa tokoh desa berpendapat bahwa untuk mengatasi hal ini dengan cara mengadakan syukuran yang dimaksudkan untuk menjauhkan marabahaya untuk desa ini.
Setelah beberapa hari dari musyawarah ini, warga desa yang belum terserang penyakit sibuk menyiapkan makanan untuk acara syukuran yang sepakat di adakan di balai desa Banjarpoh. Syukuran ini pun setiap makanan yang di suguhkan, mempunyai makna tersendiri misalnya.
1. Mereka membuat tumpeng yang menyerupai Gunung menggambarkan kemakmuran sejati dan melambangkan tangan merapat menyembah kepada Tuhan. Memakai nasi kabuli atau nasi kuning yang berarti keinginan masyarakat agar terkabul. Mereka berharap bahw desa mereka akan selalu makmur dan jauh dari bahaya.
2. Lauk ayam jantan utuh yang berarti menyembah Tuhan dengan khusyuk dengan hati yang tenang. Mereka juga berharap dengan adana lauk ini, mereka bisa memanjatkan doa dengan khudyu’ pada allah.
3. Lauk ikan teri yang melambangkan kebersamaan (karena ikan teri hidup secara berkelompok). Mereka berharap dengan adanya ikan teri ini, meski mereka mengalam cobaan dan bencana yang sulit, mereka tetap bersama dlam mengatai suatu masalah.
4. Sayuran atau Urap-Urap yang melambangkan desa dapat terlidungi. Para warga desa juga berharap dengan adanya sayuran dalam tumpeng ini, mereka selalu di lindungi oleh allah dari semua bencana yang akan melanda desa ini. Termasuk wabah penyakit.
Kemudian setelah beberapa hari dilaksanakan tasyakuran yang dilaksanakan oleh seluruh warga desa Banjarpoh, penyakit yang di derita oleh ternak dan warga mulai sembuh. Pada mulanya warga desa tidak menghubungkan kesembuhan warga dan ternak dengan tasyakran tempo hari. Namun suatu hari ada seseorang mencetuskan bahwa ia berkesimpulan bahwa tasyakuran yang diadakan kemarin sangat berkhasiat untuk keselamatan desa nya. Kemudian hal ini menjadi luas, salah seorang warga lain memberikan saran bahwa untuk mengadakan tasyakuran atau Ruwah Desa ini diadakan semakin tahun nya. Selain bermanfaat untuk keslamatan para warga desa ini namun juga bisa mengenalkan sejarah desa kita sekarang ini pada anak cucu kita.
Warga menjamput hal dengan sangat senang kemudian mereka memutuskan bahwa untuk keselamatan desa, setiap tahun akan di adakan tasyakuran desa yang biasa disebut warga “Ruwah Desa”.
Hari pun berganti hari, tidak terasa bulan Ruwah datang kembali. Apa yang disamapikan oleh seorang warga yang menyarankan untuk melaksanakan ruwah desa kembali. Ternyata di tanggapi warga lain dengan serius.
Setelah bebarapa bulan datanglah bulan ruwah yang dinantikan warga desa telah datang juga. Kali ini mereka membaut Ruwah desa menjadi berbeda. Ruwah desa yang tahun kemarin hanya di laksanakan satu hari, tahun ini ruwah desa diadakan dua hari.
Pada hari pertama di balai desa diadakan mengkhatamkan Al-Quran yang dilaksanakan di balai desa. Khataman Al-Quran in diadakan dari sesudah salat shubuh, dan biasanya selesai sebelum dhuhur atau lebih. Pada saat khataman Al-Quran ini banyak warga yang memeberikan makanan yang mereka punya pada orang-orang yang ikut khataman Al-Quran ini.
Ritual berikutnya pada hari kedua diadakan seni wayang dan tari-tarian yang bertempatkan di balai desa Banjarpoh. Ritual ini biasa diadakan setelah shalat maghrib sampai selesai.
Pada saat pagi hari pada hari kedua ini adalah menyiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan pada seni wayang dan tari-tarian, yang biasanya ada gamelan,angklung, gong dan lain-lain. Selain itu diadakan semacam tasyakuran yang sajian nya berisikan tumpeng-tumpeng yang dari warga desa Banjarpoh itu sendiri. Dan yang menyantap nasi tumpeng ini adalah semua warga yang ingin berpartisipasi dalam tasyakuran ini.
Ritual kedua pada malam kedua ini adalah adanya ditampilkan tari-tari remo. Makna dari tari remo ini adalah hanya untuk sekedar penyambutan akan di adakan nya seni wayang tersebut. Dan biasanya pada saat ruwah desa ini berlangsung banyak sekali orang-orang berjualan yang datang di sekitar balai desa.
Setelah pada acara puncaknya adalah ketika seni wayang di mulai. Hampir semua warga di desa Banjarpoh antusias untuk menyaksikan kesenin wayang ini. Kesenian wayang ini berceritakan tentang riwayat timbulnya desa Banjarpoh ini. Hal ini tetap di ceritakan dalam bentuk kesenian wayang, bertujuan agar para generasi pemuda agar tetap tahu akan asal usul dan tokoh-tokoh yang berjasa dalam timbulnya desa Banjarpoh ini.
Tahun berganti tahun para warga semakin antusias menyambut ritual ruwah desa ini karena ritual ini terbukti ampuh untuk mengusir malapetaka di desa ini.
Keantusiasan para warga di tunjukkan beberapa bulan sebelum acara ruwah desa ini. Para ibu-ibu per Rukun Tetangga sengaja membuat sebuah tabungan khusus untuk menyambut Ruwah Desa ini. Setelah tabungan terkumpul banyak, uang ini digunakan untuk membuat nasi tumpeng. Yang nantinya akan di bawa ke balai desa untuk di santap bersama-sama dengan warga lain.
Sampai sekarang ritual ruwah desa ini masih dilakukan setiap tahun. Warga desa tetap antusias mengikuti dan menghadi ritual ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar