Kamis, 07 Juli 2011

Cerita Asal Usul Burung Kedasih


 
Cerita Asal Usul  Burung Kedasih
Cerita ini berawal dari dari sebuah keluarga di sebuah desa Jawa Timur. Pada zaman dahulu kala hiduplah sebuah keluarga yang hidup bahagia. Mereka hidu dengan anggota keluarga yang lengkap, yaitu seorang ibu yang bernama Ratih dan seorang ayah yang bernama jaka, dan keduanya memiliki seoran anak perempuan yang bernama Dasih. Sang ayah bekerja sebagai petani di sawah, si ibu tidak bekerja dan Si anak ini sekolah di sebuah Smp di dekat rumahnya.
Keluarga ini hidup dengan bahagia, hal ini terlihat dari kebiasaan mereka sehari-hari, mereka mengawali dengan selalu shalat shubuh berjamaah kemudian dilanjutkan dengan si ibu menyiapkan sarapan dan ketika jam menunjujjan jam 6 mereka sarapan bersama-sama. Mereka melakukan ini setiap hari.
Namun pada suatu ketika. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore namun si ayah tidak kunjung pulang padahal di luar sedang hujan lebat. Tiba-tiba seorang tetangga datang
“bu jaka…bu jaka…assalamualaikum…bu jaka” teriak seorang tetangga dengan suara tergesa-gesa
“iya…walaikumsalam” sambil berlari si ibu berlari kecil menuju pintu
“bu jaka…itu pak jaka ..pak jaka di sawah ….tersambar  petir”
“bapak……sekarang pak jaka nya dimana?” ia berkata sambil menangis
Kemudian Dasih berlari kecil ke arah ibunya
“bu’ bapak kenapa? …bapak dimana? Kenapa ibu’ menangis” kata Dasih
“ehmm…bapak mu…sih…tersambar petir” jawab ibu nya sambil menangis
Seketika setelah menjelaskan apa yang terjadi dengan bapaknya kepada Dasih. Mereka ber tiga segera pergi ke sawah untuk melihat keadaan pak jaka.
Sesampai di sawah ternyata sudah banyak penduduk desa yan berkerumun. Kemudian bu Jaka dan Dasih  segera menuju kerumunan tersebut. Ternyata pak jaka sudah tergeletak kaku dengan berbadan gosong. Seketika bu jaka dan Dasih anaknya memeluk pak jaka yang sudah tidak bernyawa.
“bapak…..pak…kenapa kau meninggalkan kita begitu cepat…” kata bu Ratih sambil menangis tersedu-sedu.
“Bapaaaaaaaaaaaaaaaaaaak….. bapak kenapa? Bapaaak banguuun….” Kata Dasih sambil menangis tersedu-sedu
Bebarapa saat kemudian warga memutuskan untuk  membawa jenasah pak Jaka ke rumahnya. Kemudian warga merawat dan menguburkan pak Jaka di pemakan desa setempat. Rasa berduka begitu terasa di kediaman dan di desa tempat tinggal pak Jaka karena beliau di kenal sebagai pribadi yang baik.
Setelah beberapa hari kematian pak Jaka, Bu Ratih (istri almarhum pak jaka) dan anak Dasih, akhirnya mereka bias menerima kematian pak Jaka dengan ikhlas. Mereka memutuskan untuk menjalani kaheidupan sehari-hari seperti biasa.
Setelah beberapa tahun berlalu Bu Ratih bertemu dengan seorang pria yang bernama Pak Amin. Pak Amin adalah salah seorang warga di desa tetangga yang bernasib sama dengan Bu Ratih yaitu kehilangan pasangan hidupnya karena sebuah kecelakaan. Ia sudah beberapa tahun hidup sendiri dengan anak perempuannya yang bernama Tiwi.
Tidak lama kemudian setelah Bu ratih dan Pak Amin dikabarkan dekat akhirnya mereka pun menikah. Kemudian keduanya hidup bahagia dengan kedua anak perempuannya. Mereka hidup dengan bergelimpah harta karena Pak Amin bekerja sebagai perangkat desa setempat. Hal ini terlihat dari si anak dari Pak Jaka yang memakai perhiasan mewah. Lain hal nya dengan Dasih yang tidak memakai perhiasan sama sekali.
Namun dari pernikahan ini, ternyata Bun Ratih memiliki motif tertentu yatu untuk menguasai seluruh harta dari sumai barunya ini. Begitu juga dengan suami sebelumnya.
pada suatu malam ketika kedua putrinya akan tidur Dasih beberapa saat mengamati Tiwi. Kemudian ia berkata
“ehmm..ibu’…”
“ada apa anak ku sayang..” sahut ibunya dengan penuh kasih sayang
“bu’ lihat kak Tiwi dech, dia mengenakan perhiasan banyak dan cantik sekali.’ Kata Dasih dengan manja
“Lalu..?” kata Ibu’nya
“yaa…aku juga iri sama kak Tiwi, aku ingin seperti kak Tiwi bu’, selalu mengenakan perhiasan. Dan selalu kelihatan cantik di depan semua orang”
“Owh…begitu, jadi anak ibu’ yang satu ini, ingin pakai perhiasan juga..” sahut sang ibu
Dari percakapan singkat ini. Si ibu menanggapi permintaan si anak kandungnya Dasih dengan serius. Ia berfikir bahw ini lah saat yang tepat untuk menjalankan rencana untuk merebut kekayaan dari Pak Amin, yaitu dengan cara membunuh anak tirinya yaitu Tiwi.  Namun pada malam berikut nya Dasih meminta pada kakaknya Tiwi secra baik-baik untuk meminjam perhiasannya.
“kakak, ehmm bolehkah aku meminjam perhiasan mu semalam saja?” tanya Dasih dengan manja
“owh, emank buat apa? Kok tumben berkata seerti itu ?
“Ya enggak buat apa-apa kak, aku pengen aja memakai perhiasan seperti kakak, malam ini saja, noleh kan?”
“oh..begitu. oko ok, boleh boleh saja kok adek ku sayang” jawab Tiwi
Setelah itu Tiwi melepaskan semua perhiasan yang ia pakai dan memberikan nya pada Dasih adiknya. Kemudian Dasih mengenakan semua perhiasan milik Tiwi di tubuhnya lalu mereka berdua tidur dengan keadaan kamar gelap.
Tidak lama setelah Dasih dan Tiwi tertidur, ibunya terbangun dari tidurnya. Ia berfikir tentang apa yang dikatakan anak kandung nya Dasih kemarin malam. Ia memikirkan hal itu dengan penuh rasa marah karena ia benar-benar tidak  terima dengan perlakuan anak tiri nya. Setelah itu ia bernjak dari tempat tidurnya dan menuju dapur untuk mengambil pisau. Ternyata isa berniat membunuh anak tirinya.
Namun sesampainya di kamar tidur anak perempuannya. Ia melihat keadaan kamar anak perempuannya gelap gulita. Ratih kebingungan bagaimana cara membedakan antara anak tiri dan anak kandungnya Kemudian dalam benaknya berkata
“aku ingat, anak tiri ku yang memakai perhiasan sedangkan anak kandung ku tidak”
Kemudian Ratih memasuki kamar dan menusuk anaknya yang tampak tidak memakai perhiasan. Lalu ia membiarkan anak perempuan tersebut mati dengan tertusuk di perutnya. Kemudian ia mengambil semua perhiasan yang di pakai anak perempuan tersebut lalu Bu Ratih membungkus jenasah anak tiri nya tersebut dengan karung lalu membopong nya ke sungai di belakang rumahnya kemudian jenasah tersebut ia buang ke sungai.
Sepulangnya dari sungai ia merasa bahagia  karena akhirnya ia bisa mendapatkan perhiasan yang di inginkan oleh anaknnya. Ia berencana keesokan harinya akan memberikan perhiasan tersebut pada anaknya.
Namun keesokan harinya, ia datang di kamar anak perempuannya. Ternyata yang sedang tertidup pulas di kamar anaknya adalah Tiwi yaitu anak tirinya. 
“Tidaaak…anak ku, maaf kan ibu” kata Ratih dengan menyesal.
Kemudian suaminya Pak Amin menghampirinya dan melihat sang istri menangis tersedu-sedu.kemudian Pak Amin pada istrinya
“ada apa buk, knapa menangis seperti itu?”
“A…a…anak kita pak…” jawab bu ratih dengan terbata-bata
“kenapa anak kita? Lho dimana Dasih?” tanya Pak Amin
Seketika itu Bu Ratih tidak menjawab pertanyaan sumainya, ia lari menuju ke sungai sambil menangis dan berteriak.
“Dasiiiiiiiiiih….Dasiiiiiiih…..Dasiiiiiih…kamu dimana nak….” Teriak bu Ratih di pinggir sungai.
Namun sesampainya di sungai ia sudah tidak melihat jenasah anaknya yang ia lemparkan ke sungai kemarin. Ia tetap berteriak
“Dasiiiiiiiiiih….Dasiiiiiiih…..Dasiiiiiih…kamu dimana nak….” Teriak bu Ratih
Ia berlari di sepanjang  alur sugai dengan tetap berteriak mencari anaknya. Ia terus berharap agar ia menemukan anaknya tetap selamat. Namun hal ini tidak membuahkan hasil.
Setelah peristiwa ini terjadi, tak ada kabar lagi tentang bu Ratih ataupun Dasih. Ia dikabarkan hilang entah kemana.
Sedangkan kabar tentang Pak Amin, yaitu pada awalnya dia ikut mencari anaknya Dasih di sepanjang sungai. Namun setelah ia mendengar kabar dari tetangga-tetangga nya bahwa Bu Ratih, pada awalnya Bu Ratih berniat untuk membunuh Tiwi anak kandung dari pak Amin  maka sejak saat itu Pak Amin tidak lagi ikut mencari Dasih dan istrinya. Menurut kabar angin Pak Amin sangat kecewa dengan sikap yang telah diperbuat oleh istrinya itu.     
Beberapa hari setelah peristiwa ini,di sekitar desa kebaron ini  muncul seekor burung yang berbunyi.
“siiiih..sihhh..sihhhh”
Pada awalnya suara burung ini tidak mendapat perhatian khusus dari para warga, namun burung ini selalu muncul baik siang maupun malam. Suara burung ini nadanya semakin tinggi dan tidak henti-hentinya berbunyi. Dari kemunculan burung bersuara aneh ini, warga desa sekitar tempat kejadian begitu heboh. Mereka menghubung-hubungkan suara burung ini dengan hilangnya Bu Ratih.
Para warga berpendapat bahwa suara burung tersebut terdengar seperti, suara seorang wanita yang menjerit dengan menyebutkan
“Daasihh…siiiiihh….siiiih…siiih”
Sejak saat itu cerita ini terus berkembang di masyarakat dan diwariskan secara turun temurun bahkan hanya dari mulut ke mulut saja.
Hikmah yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah kita tidak boleh menjadi orang yang serakah atau gila akan harta. Bila kita menginginkan sesuatu haruslah atau sebaiknya di bicarakan secara baik-baik, maka hasilnya maka akan baik pula.



 




5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. kalau boleh tau, kakak dapat cerita ini dari mana ya kak? dari buku atau dari mana?
    soalnya saya sedang menjalankan tugas akhir mengenai mitos burung kedasih dan saya sedang mencari latarbelakang adanya mitos burung kedasih di masyarakat. terimakasih :))

    BalasHapus